Senin, 31 Oktober 2011

SESAL

Sunting
SESAL
oleh Chitta Iwa Hope pada 31 Oktober 2011 jam 14:21

Membungkamku saat Kau rebut ia dari sisiku

Tangan tak sempat mengais mendamba takdir lain

Bila waktu ku bersamanya Kau rentangkan kembali

Tak mungkin menjadi lebih baik. Kau paling berhak atasnya.

Aku minta Engkau Cintai dia

Layak pelukan hangatnya sebelum aku terlelap di saat gulita menakutiku

Bahagiakan ia untukku

Seperti manis senyumnya untukku, semanis gula-gula cintanya.

kasihi ia, karena kasihnya pantas untuk Kau kasihi

Kau Tahu lembutnya tangan syurgawi saat ia menyentuh pipi kecilku penuh air mata.

Aku minta padaMu, dekaplah ketabahannya dalam PelukMu

Karena dia Tidak pernah pergi jauh dari sisi ini, walau berjuta kali aku menyakitinya dengan duri-duri…

Jaga ia dengan penjagaan yang jauh lebih baik lagi, karena sesalku hanya menjadi gerimis sunyi.

Duhai Pemilik nyawa manusia, aku mohon kepadaMu sekali lagi… tempatkan Bunda ku di sisi MU yang tertinggi.

Sungguh, Bagiku dia adalah manusia berhati malaikat yang senantiasa menjagaku ketika aku tak ada daya.

…T_T…

Sabtu, 08 Oktober 2011

Tentang Kasihnya Sepanjang Jalan



Siapakah yang…
Menyelimuti ku ketika aku tak sadar tertidur dengan buku di pangkuan ku.
Menemaniku ketika aku harus bergadang untuk mengerjakan tugas.
Menelpon ku beberapa kali, ketika jam 6 sore aku belum pulang ke rumah.
Menasehatiku ketika aku mau pergi ke mana pun.
Mengajari ku sopan santun.
Selalu ku sakiti hatinya, tapi dia tetap mencintaiku.
Selalu mencemaskan aku ketika aku tidak ada di rumah.
Mendoakan ku di setiap waktunya.
Menyuruhku makan padahal dia sendiri belum makan.
Merawatku ketika aku sakit, walau pun ringan. Padahal dirinya sedang sakit.
Menyusahkannya dari sejak aku kecil.
Mengorbankan nyawanya demi aku.
Untuk :Mama tercinta
Mama bagaimana kabarmu hari ini?
Hari dimana aku anakmu yang ke tujuh beranjak umur delapan belas tahun. Cucumu sekarang sudah ada enam, yah, semestinya lima, tapi dua mujahid kita dari Palestine (wafa & hiba) harus lahir bareng. Kita tak pernah bosan melihat keluguan mereka ya Ma? Bahkan kita selalu bangga melihat mereka tumbuh semakin cerdas.
Mama, kenapa aku selalu manja ketika menyebut namamu. Kenapa tidak? Mama pasti tahu, aku meminta sesuatu yang aku inginkan pasti lari ke Mama. Bahkan di umur yang sudah matang ini aku masih saja menangis merengek-rengek layaknya anak tiga tahun di hadapanmu. Ma, kok aku belum dewasa ya? Jadi malu... apalagi ketika aku bayi, pasti aku sangat merepotkan mu, Ma. Ya iyalah itu mah sudah jelas.
Ma, masih ingat tidak waktu aku kesetrum? Ah... mama pasti tak akan melupakannya, mama masih sering cerita tentang kejadian itu di sela-sela obrolan dengan keluarga. Begitu juga denganku, ini satu-satunya memori yang tak terlupakan di waktu umurku yang sangat kecil.
Waktu itu kita dirumah hanya berdua, kita siap-siap mau berangkat ke sekolah. Mama waktu itu mematikan lampu di dapur, eh... aku malah ikut-ikutan tanpa sepengetahuan Mama, dan akhirnya aku merasakan rasanya kesetrum pertama kali. Aku menjerit, Mama pasti panik waktu itu. Lalu Mama menarikku dengan handuk. Akhirnya aku selamat. Padahal waktu itu jari kelingkingku masuk kelubang listrik. Hi..hi.., betapa culunnya aku yang sok tahu itu ya Ma?!
Kejadian itu merupakan kenangan kita berdua yang tak akan aku lupakan. Mungkin Mama juga.
Mama, hal yang tidak akan aku lupakan lagi adalah, ketika engkau marah. Hal yang sangat aku benci, apalagi kalau Mama sambil memanggilku sitta iwas shoif. Nggak tahu apa maksud mama memanggil nama itu. Mungkin pertama dari Ita, trus jadi sita, maka di tambah iwas shoif. Kemungkinan sekitar itu.
Tahu nggak Mah, waktu sekolah di MI, aku sering mendengar ayat itu, telingaku selalu panas. Seolah-olah Mama yang marah ada di hadapanku. Padahal baru aku sadari ayat itu mengandung arti musim dingin dan musim panas. Sungguh indah bukan? Sekarang aku bangga di sebut itu. Lucu aja...
Itu artinya bagaimana pun kalau Mama marah nggak akan memanggil dengan sejelek-jeleknya nama.
Mama, rasanya banyak sesuatu yang mesti ku kenang. Saat Mama bawa aku ke rapat kepala sekolah MI, Mama nggak malu bawa anak kecil. Padahal tidak ada kepala sekolah yang bawa anak kecuali Mama. Itu juga kenangan yang paling indah. Nggak kebayang repotnya Mama bawa aku yang tertidur di angkot.
Mama selalu bekerja keras untuk kami, tapi tak pernah meninggalkan tugas wajib seorang ibu. Mama, berapakah yang harus kuganti dari semua ini. Sahabat rasul saja yang menggendong ibunya kemana-mana masih jauh untuk membalas jasa seorang ibu. Apalagi aku Ma. Terlalau sering aku menolak yang kau suruh dan melakukan yang engkau larang. Mama, masih bisakah memaafkan aku?.
Mama, waktu dulu kau melarang ku main ke pasar malam, bergaul dengan orang yang suka mejeng di jalan. Aku tak faham waktu itu. Aku kira Mama itu egois. Tapi kini aku melihat mereka menikah dengan perut buncit.
Mama, ketika aku bertengkar dengan adik, sampai kau menangis, aku tak faham waktu itu, aku hanya ingin pembelaanmu waktu itu. Tapi kini aku tahu, aku yang tak mengerti, dan tak mau mengalah. Bahkan akulah yang menyebabkan pertengkaran itu. Mama, maafkan aku... bahkan aku masih melakukan hal itu akhir-akhir ini. Kakak pernah menyinggung namaku yang berarti kunci kasih, tapi ketika aku ada di rumah selalu kacau.
Mama, konflik yang terakhir yang terjadi antara aku dan Mama ialah kemarin anak asrama putri mau menginap di rumah teman yang lumayan jauh, dengan yakin aku menyanggupinya. Tapi ketika aku minta izin, ternyata Mama melarangnya, sungguh kemarin aku tak mengerti. Mama tahu kan, aku mengurung di kamar dan menangis. Ternyata Mama ingin aku sungguh-sungguh belajar untuk menghadapi UN yang beberapa bulan lagi. Selain itu, Mama sangat khawatir terjadi apa-apa kepadaku.
Mama, terima kasih atas segala perhatianmu. Ketika aku pulang terlambat, ketika ada acara di sekolah, pasti Mama sibuk mencari informasi. Itu saking sayangnya padaku. Mungkin juga pada semua anakmu, menantumu, adik-adikmu, semua merasakannya.
Mama, kini penyakit Parkinsonmu yang membelenggu, sehingga duniamu hanya sekat rumah saja. Apalagi bila penyakit itu datang karena timbul dari kenakalan ku. Mama hanya bisa tertidur, tak bisa apa-apa. karena penyakit itu datang dari fikiran yang stress. Aku hanya bisa membayangkan pergi lagi bersamamu.
Masih teringat pada awal aku masuk pesantren. Engkau menitikan air mata. Sungguh Ma, aku merasa yang paling di sayangi dan yang paling berarti bagimu. Hingga di asrama yang paling ku rindu adalah mama.
Ma, selama ini, yang meluruskan jalanku adalah engkau dan Abah. Kalianlah penyangga tubuhku. Tanpa kalian aku tak berarti.
Ma, cepat sembuh ya, peluk ku dari anakmu yang ke tujuh, dari sepuluh bersaudara.