Sabtu, 07 Agustus 2010

Tentang Dia

Aku masih duduk di tempat yang sama, terdiam memikirkan alur kehidupan sebagian yang begitu rumit dan begitu indah. Ya indah...ketika ku masih duduk di sini mengerjakan apa yang aku cita-citakan dan kau datang lagi, dari kejauhan lambaian hangatmu membuat ku menglihkan apa yang sedang ku kerjakan,senyum lebarmu membuat bibir ini ikut melengkung ceria, yang asalnya kaku dan bisu, lalu kau duduk di sini “di sampingku” dengan mantap seperti biasanya.
Kau tanyakan kabarku... aku akan selalu menjawab “baik”, dari satu kata ini akan menjadi topik pembicaraan yang panjang oleh mu, begitu panjang, hingga jarum jam pun terasa meloncat dengan cepatnya.
Seolah tak pernah jemu kau terus berbicara padaku, guraumu membuat aku tersenyum lama dan kau akan membalas dengan gelak tawa lepasmu. Orang-orang yang melihat mengerutkan keningnya, mungkin di benak mereka bertanya-tanya “apa yang sedang di bicarakan mereka berdua? Ko heboh banget”.
Selalu saja ada bahan pembicaraanmu, bahan ejekanmu padaku. Semua itu yang tak pernah membuatku memalingkan pandangan padamu... kau adalah sosok yang sangat membuatku tertarik.
Tanpa aku meminta, kau akan datang ketika aku bersedih. tak pernah ku duga kau bisa membaca semua perasaan ku saat itu, kau menghiburku dengan “kata-kata lembut” milik mu, yang tak pernah ku temui lagi selain darimu, “kata-kata lembut” yang sama sekali berbeda dengan kata-kata lembut yang orang lain katakan. Tak selembut yang di bayangkan orang, tapi bagiku selembut kain sutra yang di selendangkan seorang ratu di singgasana. Tak seindah yang orang fikirkan, tapi bagiku indahnya bak bunga sakura yang sedang merekah, Semuanya adalah milik mu.
Saat waktumu habis untuk "duduk di sampingku", kau pun bilang: “aku harus pergi”. Rasa sesalku menggeliat dalam kepalaku, menyesal karena kau harus pergi, menyesal karena ada banyak waktu akan datang tanpamu. Tapi matamu seolah berbicara untuk meyakinkannku, kau akan kembali dan aku jangan khawatir. Aku tahu itu, meskipun kau tak pernah mengatakannya.
Saat ku "duduk" di tempat yang sama menunggumu walau aku tak pernah meminta kau datang, tapi aku berbicara pada diriku sendiri “aku sedang menunggumu”, walaupun kau tak pasti datang, walau kau tahu aku pasti "duduk" di sini. Berhari-hari aku tetap "duduk" di tempat yang sama, tempat dimana kau akan datang seperti biasanya.
Tapi fikirku jangan terlalu berharap, waktumu bukan hanya untukku. Memberikan sebagian waktumu untukku adalah sangat berarti bagiku, kamu adalah orang hebat yang mau "duduk di sampingku", berbagi denganku. kamu adalah orang yang luar biasa yang mau berbicara denganku dan hanya padaku. Tapi semua itu bagiku kau adalah mahkota raja yang di pasangkan di kepala ku, dan hanya padaku dari seluruh orang di wilayah kerajaan.
Dan kau datang seminggu kemudian, amarah bergejolak di dalam hati ketika ku tak sabar menunggumu seminggu terakhir kini sirna sudah, senyum lebarmu menghapus sirna semuanya. Seperti biasanya kau "duduk di sampingku” dengan mantap, berbicara banyak tentang aku, tentang kau, tentang cita-cita mu. Kau tak jemu, dan akupun tak pernah bosan memperhatikanmu berbicara. Aku rasa...hanya kau yang bicara, seisi dunia terasa hening.
Semua itu terjadi dua tahun terakhir, saat indah bersamamu.” Duduk” berdua, berbicara dan tertawa.
Yang sebelumnya ku hanya memandang mu di balik kaca jendela kelas saat bel istirahat berbunyi, ku bisa memperhatikan mu berbicara, saat kau berpidato di depan para siswa, ku menatapmu nanar saat kau pergi meninggalkan sekolah. Dan itu semua berlangsung selama lima tahun lamanya....
Cukup bahagia dengan hanya menulis tentang dirimu pada diari di tiap hari-hariku. Membacanya kembali...lalu menilai diriku sendiri dengan sebutan “orang bodoh”.
Tapi kau dengan mudahnya menangkap sinyal aneh dari ku, yang tak mudah ku tutupi. pipiku merona saat kau hanya bertanya saja. muka ku menunduk saat kau melirik wajahku sekilas saja.
Dan akhirnya kau “duduk di sampingku” saat ini.
Aku sangat senang ktika kau ada di sampingku, tapi sekali lagi, aku tak pernah mengungkapkannya padamu. Dan sekarang setelah ada yang mengatakan aku tak setara dengan mu, kau terlalu sempuna untuk ku, aku adalah orang yang mengganggu kehidupanmu. Bahkan ada yang mengatakan aku membuat kamu berdosa....
Semua itu tidak lah salah..... siapa kamu di mata orang lain, dan siapa aku di mata orang lain.
Kau adalah anak tershaleh yang di miliki keluargamu, kau hafal beberapa juz Al-quran, kau sering mengkaji kitab-kitab hadist, begitu juga siroh-siroh rasul, bahasa Arab mu lancar, budi pekertimu indah di lihat, kamu sangat ramah pada semua orang. ahhh...terlalu banyak lagi yang harus ku ungkapkan tentang kamu.
Lalu setelah itu aku bercermin pada diriku sendiri. Aku adalah anak ternakal di keluargaku, aku pemalas...aku terlalu cuek pada orang lain...dan banyak sekali kelemahanku.
maka, biarlah air tetap mengalir, dan api tetap membara dengan kesendiriannya.

Sepenggal di jalanan

19.00
Ku pandangi jendela bis yang melaju cepat. Memberikan warna-warna kehidupan yang beragam, memberikan arti bahagia dan sedih adalah kesatuan hidup yang tak pernah bisa menyatu dari makna sebenarnya. Jalanan sibuk, kapitalisme merajalela. Wajah-wajah amarah, wajah-wajah tak peduli, wajah-wajah lelah menghiasi setiap degup kehidupan ini berlngsung begitu lama.
Kuperhatiakan loncatan-loncatan pedagang asongan naik dan turun bis ekonomi yang berjejal, diiringi petikan gitar dan suara nyaring mendayu-dayu. Segala bebauan ada disini, semuanya bisa kita “nikmati” tidak lain milik bis ekonomi. Para pedagang pulang dari kota berjejal, tempat dagangan mereka yang kosong ataupun yang masih berisi ikut memenuhi ruang-ruang manusia.
Suara-suara yang memekakkan telinga, silih berganti. Sibuk, dan terburu.
“ leunyi, leunyi!” kernet yang satu.
“maja, bu? Maja?” dan kernet yang lainnya.
Aku tak penat melihat dan mengalami semua ini karena sudah terbiasa. Hiburan yang membuat ujung bibirku sedikit melengkung ke atas. Dengan langit memerah jingga, sayup-sayup suara adzan dari beberapa mesjid di jalan terdengar sekilas-sekilas. Hingga cakrawala berganti peran lagi. Mata ku terpejam, menikmati alunan irama mesin bis, dan jalan yang berkelok-kelok. Aku tidak lelah....