Senin, 15 Februari 2010

sepotong kisah dari buku biografi ku ^^

AKU DAN PROSES PENDEWASAAN

Cerita saat tingkat SMA

Air mataku berlinang, air mata mama juga. Emak (nenek) mengusap kepala ku, pesan-pesannya mengalir untuk menjadi bekal nanti.

Aku dan bapa menenteng tas besar yang berisi semua keperluanku. Dengan air mata yang masih berlinang aku melihat mama menyembunyikan tangisnya. Menambah kesedihanku.

Aku kini akan tinggal di Asrama. Terpisah dari keluarga. Sungguh berat bagiku yang tidak betahan. Yang paling aku sedihkan, aku hanya di antar oleh bapa. Sedangkan teman yang lain diantar oleh satu angkot.

Setelah datang ke sekolah baruku, hanya ada beberapa orang yang tinggal di asrama, sepi sekali. Akhirnya Bapa pulang meninggalku sendiri di tempat asing itu. Membuat aku selalu ingin menangis, apalagi teman yang lain yang selalu menangis.

Kamar ku luas, terdapat dua tempat tidur tingkat. Jadi, satu kamar untuk empat orang. Waktu pertama kali masuk asrama aku satu kamar dengan Fatimah, Nurlaela, Khairunnisa.

Nurlaela yang tempat tinggal nya paling jauh sering sekali menangis. Membuat kami latah ingin menangis juga.

Kami melewati malam pertama di Asrama, dengan mata yang sulit terpejam, begitu pun dengan aku. Aku teringat suasana di rumah, merasakan suasana asrama yang terasa asing sekali.

Pada hari pertama kami harus berangkat ke sekolah dari asrama yang jaraknya satu komplek, kami pikir kami tidak akan kesiangan, tapi ternyata kami kesiangan. Awal yang menyebalkan.

Seperti biasa dalam 1 minggu awal kami terlebih dahulu menjalani Masa Ta’aruf Santri atau biasa di sebut MOS. Dan kami mencari barang-barang keperluan kami tanpa bantuan siapa pun, kami mencarinya sendiri di daerah yang sangat asing menurut kami.

Setelah kami melewati masa ta’aruf santri, kami pun mengikuti program RG dan UG. Mulai dari Muhadoroh atau belajar menjadi khotib, ada juga Bina Santri dan sebagainya.

Kelebihan lain yang saya dapatkan dari tinggal di Asrama ialah aku bisa mandiri disini. Aku memikirkan menu makanan sendiri, tidak terlalu banyak merepotkan orangtua, seperti anak kosan.

Di sini aku mengikuti Ekstrakulikuler pencak silat dan keputrian. Karakter yang Sangat bertentangan, tapi itulah aku. Aku menginginkan aku adalah wanita yang kuat yang bisa menjaga diriku sendiri dibalik keanggunan jilbabku (anggun gitu?).



Suatu hari diadakan Porseni di tingkat MA se-Sumedang. Banyak perlombaan di adakan di sana kecuali pencak silat. Semua perlombaan di ikuti sekolah ku, tapi aku tidak mengikuti satu pun. Karena aku tidak pintar berpidato, ataupun olah raga yang lain.

Pulang dari sana teman-temanku membawa pulang banyak piala. Diantaranya dua sahabatku yang jago dalam Voly ball. Melihat semua itu aku merasa rendah dari siapa pun. Aku akui bahwa aku tidak bisa apa-apa.

Beberapa bulan dari sana, tepatnya bulan desember ketika peringatan hari ibu, ada perlombaan bertemakan “Surat Cinta Untuk Bunda”. Aku dan beberapa teman ku mengikutinya. Jujur, yang aku mengikutinya hanya asal-asalan atau hanya ingin ikutan saja. Tapi yang kutulis adalah kenyataan tidak ada yang di karang. Semunya asli kenangan aku dan mama.

Hasilnya di umumkan di suatu tempat yang aku tak tahu dimana, tapi adik kelasku mengikutinya. Ternyata aku menang menjadi Juara II.

Pada saat pembagian Rapot, kemenangan ku di Umumkan di sekolah oleh wali kelasku, yang tidak di dapatkan oleh teman-teman atlet Porseni (maaf aku sedikit sombong). Tapi kekecewaanku adalah pialaku tidak bisa di bawa ke rumah. Padahal perlombaan itu bukan utusan sekolah, tapi aku mengikutinya kehendak sendiri. Aku hanya membawa amplop dan sertifikatnya saja. Ternyata salah satu piala tertinggi di kantor kepala sekolah, yang nangkring di lemari kaca adalah piala ku. Walaupun kecewa tidak bisa membawa pialaku, tapi aku bangga melihatnya berjajar dengan piala-piala yang lain….

Dari sanalah aku termotifasi menjadi seorang penulis kubulatkan kembali. Bahkan nanti ketika aku memilih jurusan jurnalistik pun karena dari sana.



Kalau di asrama, rasa persaudaraan itu terasa sekali. Ketika salahsatu dari kami makan, maka kami semua akan makan. Otomatis ketika tidak ada makanan kami semua akan kelaparan.

Menu yang paling sering kami sajikan adalah Mie. Mau di kuah, di kuah pake telur, di goreng kering, di goreng seperti bala-bala, di kuah dengan kerupuk, di campur dengan sayuran dan sebagainya. Tapi tetap saja Mie, yang rasanya begitu-begitu saja. Tapi kami tidak bosan-bosan menyajikannya.

Pagi-pagi buta sekitar jam limaan setelah shalat shubuh dan baca Al-qur’an. Sesuai dengan jadwal piket, dua orang dari kami bergiliran membeli gorengan Bu Ani yang murah meriah. Tapi sebelum pergi harus masak nasi terlebih dahulu. Maka jam enam pagi kami sudah beres sarapan pagi, dan mulai mengantri untuk mandi.

Di Asrama semua PR pasti akan di kerjakan. Karena kami akan mengerjakan nya bersama-sama, dan kami akan saling mengingatkan. Walaupun menghabiskan banyak cemilan-cemilan. Bahkan mengeluarkan waktu yang banyak, karena canda selalu ada di sela-selanya.

Ketika pulang sekolah kami akan mencari makan siang. Setelah itu, kami akan melakukan aktifitas masing-masing. Ada yang tertidur, nyuci dan sebagainya. Tapi ketika kami akan tidur, kami akan gila-gilaan. Seperti melempar-lempar bantal, foto-fotoan, nyanyi-nanyian, menata rambut segokil mungkin, hantu-hantuan dan banyak lagi. Hal inilah yang sulit aku lupakan dan tinggalkan dari suasana Asrama. Apalagi ketika kami kelas 3, persahabatan akan terasa erat sekali ketika beberapa bulan lagi kami harus berpisah.



Identik dengan citra pesantren, seharusnya kami bisa menguasai bahasa Arab dengan fasih. Tapi yang saya rasakan pengauasaan bahasa Arab di sini malah mengurangi hasil belajar ku dengan Ust. Maman. Darussalam mengejar target ilmu Umum yang lebih baik untuk bersaing dengan MAN-MAN yang ada di Sumedang. Sehingga yang kurasakan tidak mencapai kedua-duanya. Kami belajar kitab Bulughul Maram, tetapi kami juga mempelajari kimia. Apalagi ketika kami kelas 3, nilai kami di batasi dalam enam pelajaran umum. Sehingga guru-guru menghilangkan beberapa pelajaran pesantren, menggantinya dengan pelajaran umum tadi.



Ketika suasana pantai waktu itu mendung, memberikan Susana kesedihan di dalam hati-hati kami. Tapi kami tertawa waktu itu, bercanda menikmati gelombang air laut yang biru. Semua ekspresi dari kami adalah kecerian. Tak ada yang menangis satu pun. Tapi kami tahu ini adalah sebuah akhir, akhir dari kebersamaan kami. Kesedihan kami terbungkus rapat-rapat, dan di sembunyikan dalam-dalam. Semua itu karena kami tidak ingin itu terjadi.

Waktu kami di pangandaran pun berakhir. Kami harus menerima perpisahan ini.

Di batu hiu, kami melakukan perpisahan.

Ustad Epul berkata “inilah ekspresi kalian, tidak ada nyanyian perpisahan, yang ada adalah ekspresi yang tidak di buat-buat.”

Pidato Ibu kepala sekolah yang membuat kami terharu biru. Membuat aku selalu ingin memaluk sahabat-sahabat ku, dan tak ingin melepaskanya.

Tak terasa semuanya berlalu begitu saja. 3 tahun yang amat singkat sekali. Kenangan-kenangan selama ini terbuka kembali. Membuat air mata terus mengalir.

Satu persatu temanku di jemput pulang oleh keluarganya, bahkan ada teman ku yang pulang entah kemana. Akupun membereskan barang-barang yang masih ku perlukan untuk di bawa ke rumah. Sakit sekali melihat tempat tidur yang kosong tidak berseprai warna-warni lagi yang seperti biasanya, tidak ada boneka, tidak ada buku yang tergeletak di atasnya, tidak ada lagi buku yang berjajar rapi diatas lemari, tidak ada lagi baju yang menggantung di jemuran, dan tidak ada lagi jadwal-jadwal harian. Semuanya kosong, menunggu orang-orang baru menempatinya. Apakah ruangan ini merasa sedih juga? Jerit, tawa, tangis pernah ada di sini… dan dengan seketika semua pergi, yang ada hanyalah sunyi, dan sepotong episode yang selalu ku kenang.

Sebuah kisah masa lalu hadir di benak ku

Saat ku lihat

Menyibak lembaran masa yang indah

bersama sahabat ku

Sepotong episode masa lalu aku,

Episode sejarah yang membuat ku ini

Merasakan bahagia dalam dien -Mu

Merubah harapan yang ada di hidupku

Setiap sudut ku menyibak kisah

Kadang ku rindu ceritanya,

Bersama mencari cahaya -Mu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar